masih amatir

Minggu, 10 November 2013

Pengaruh Etika Bisnis Terhadap Kejahatan Korporasi

Artikel Pengaruh Etika Bisnis Terhadap Kejahatan Korporasi


Perkembangan korporasi pada permulaan jaman modern dipengaruhi oleh bisnis perdagangan yang sifatnya makin kompleks. Inggris sejak abad XIV sudah menjadi pusat perdagangan wool dan tekstil yang di ekspor ke daratan eropa. Kemajuan ini juga ditandai dengan didirikannya beberapa usaha dagang bangsa Turki. Pembentukan beberapa usaha dagang/ perusahaan ini merupakan embrio korporasi pada jaman sekarang. Pertumbuhan korporasi di tanah air semakin meningkat dalam berbagai usaha. Berbagai produk dan jasa dihasilkan dalam jumlah besar, begitu pula ribuan dan bahkan jutaan orang terlibat dalam kegiatan korporasi. Dengan memasarkan produknya, maka korporasi sekaligus mempengaruhi dan menentukan pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa, sebab dalam kenyataannya bukan produsen yang harus menyesuaikan permintaan konsumen, akan tetapi justru sebaliknya konsumen yang akan menyesuaikan kebutuhannya terhadap produk-produk yang dihasilkan korporasi.

Perkembangan yang pesat dari korporasi ini terutama dipengaruhi oleh perubahan dan perkembangan masyarakat itu sendiri, yakni perkembangan masyarakat agraris ke masyarakat industri dan perdagangan (internasional) pada dasawarsa terakhir ini. Ciri masyarakat industri adalah dengan munculnya korporasi sebagai pelaku ekonomi atau subyek hukum. Korporasi dalam perkembangan-nya dapat memperoleh hak (dan kewajiban) yang dimiliki oleh manusia, seperti dalam membuat sebuah kontrak, dapat menuntut dan dituntut, namun korporasi tetap berbeda dengan subyek hukum manusia yakni pada sifatnya yang tidak memiliki jangka waktu hidup, dalam arti dia bisa hidup selama-lamanya.

Indonesia saat ini dilanda kriminalitas kontem-porer yang mengancam lingkungan hidup, sumber energi, dan pola-pola kejahatan dibidang ekonomi seperti kejahatan Bank, kejahatan komputer, penipuan terhadap konsumen berupa barang-barang produksi kualitas rendah yang dikemas indah dan dijajakan lewat iklan besar-besaran dan berbagai pola kejahatan korporasi lainnya. Seiring dengan perkembangan arus globalisasi dan teknologi informasi dalam era milenium ini, telah mendorong munculnya beberapa jenis dan istilah kejahatan yang sebetulnya secara substansial bukan “barang baru”, namun “barang lama” yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi suatu kejahatan yang lebih modern dan lebih canggih. Modus operandi yang digunakan untuk melakukan kejahatan tersebut dahulu tidak dikenal dan tidak pernah dipikirkan oleh pelaku kejahatan, namun saat ini menjadi suatu ‘trend’ modus kejahatan. Hal ini ditegaskan pula oleh Sutan Remy Sjahdeini yang dikutip oleh Romli Atmasasmita, bahwa perkembangan kejahatan tampak pada penggunaan istilah-istilah baru misalnya: istilah corporite crime, business crime, economic crime yaknimkejahatan ekonomi atau kejahatan terhadap ekonomi (crime against economy), istilah financial abuse yang memiliki pengertian sangat luas termasuk bukan saja aktivitas ilegal yang mungkin merugikan sistem keuangan (financial system), tetapi juga aktivitas-aktivitas lain yang bertujuan menghindari kewajiban pembayaran pajak (tax evsion), atau istilah financial crime yang merupakan subset dari financial abuse yang dalam pengertian sempit dapat diartikan sebagai non-violent crime yang pada umumnya dapat menyebabkan kerugian keuangan (financial loss) yang menggunakan atau melalui lembaga keuangan.

Kejahatan Korporasi
Korporasi terbentuk ketika orang-orang mulai berhimpun ( mengorganisasikan diri ) untuk keperluan mengumpulkan modal. Dalam koporasi, modal dihimpun dengan mengikutsertakan pihak-pihak luar (yang bahkan melampaui batas-batas negara). Secara hukum, lembaga penghimpun kapital ini berkembang dan kemudian berdiri sendiri, terlepas dari orang-orang yang menyertakan modalnya. Untuk menjalankan lembaga ini ada pengurusnya tersendiri, yaitu manajemen lengkap dengan jajaran direksi dan manajernya. Korporasi yang adalah perkumpulan orang yang mempunyai kepentingan, di mana orang-orang tersebut merupakan anggota dari korporasi dan anggota yang mempunyai kekuasaan dalam pengaturan korporasi. Sebagai badan yang didirikan dengan motif ekonomi, maka tujuan utamanya adalah mencari keuntungan, sehingga korporasi dalam hal ini akan memasuki usaha-usaha yang dapat menghasilkan keuntungan. Pengertian korporasi atau badan hukum dapat dirinci menjadi dua golongan jika dilihat dari perspektif cara mendirikan dan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, yaitu:
1.      Korporasi Egoistis            : korporasi yang menyelenggarakan kepentingan para anggotanya, terutama harta kekayaan. Misalnya perseroan terbatan dan serikat pekerja.
2.      Korporasi yang Alturistis : korporasi yang tidak menyelenggarakan kepentingan para anggotanya. Seperti per-himpunan yang memperhatikan nasib orang-orang tuna netra, penyakit TBC, penyakit jantung, penderita cacat, dan sebagainya.

Kompleksitas masalah yang terkait dengan kejahatan korporasi juga menjadi perhatian dari masyarakat internasional, hal ini dapat dilihat dari adanya Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa ke V tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelanggar Hukum ditahun 1975. Ini menunjukkan bahwa adanya kejahatan-kejahatan bentuk baru yang dilakukan oleh korporasi dan digreakkan oleh pengusaha terhirmat yang membawa dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.

Kedudukan dan fungsi korporasi diberbagai belahan dunia semakin menduduki posisi/ tempat yang penting. Kedudukan korporasi yang memiliki fungsi yang penting ternyata juga membawa dampak negatif, dimana korporasi untuk mencapai tujuannya melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Kejahatan korporasi dapat dibedakan atas:
1.      Crimes for Corporation
Yakni pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi karena menginginkan tujuannya yang mencari keuntungan dengan cara apapun.
2.      Criminal Corporation
Yakni dibentuknya badan usaha yang memang ditujukan/ diperuntukan untuk melakukan perbuatan-perbuatan jahat.
Dapatlah dipahami bahwa kejahatan korporasi merupakan salah satu pola kriminalitas yang termasuk pada kejahatan non-konvensional hanya ada di era-modern, era industrialisasi bisnis dan pasaran transnasional yang terkait erat dengan hal-hal sebagai berikut:
a)      Sistem ekonomi suatu masyarakat yang cenderung kompetitif, mendorong timbulnya konsumerisme, dan berskala besar.
b)      Pemahaman dari para pelaku usaha bahwa dirinya melanggar hukum, namun mereka yakin bahwa tindakannya bukan sebagai perbuatan orang jahat.
c)      Kejahatan bisnis sebagian besar dilakukan oleh korporasi besar dan sebagian lagi bersifat okupasional.
Kejahatan korporasi menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi juga menimbulkan kejahatan bentuk baru yang tidak kurang bahaya dan besarnya korban yang diakibatkannya. Dalam lingkup kejahatan korporasi, korban dari tindak pidana yang dilakukan oleh koporaasi tidak lagi dapat dikualifikasikan sebagai korban yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan pelaku, tetapi ada inter-relationship antara pelaku dan korban. Korban kejahatan korporasi adalah termasuk pihak-pihak antara lain:

1.      Perusahaan saingan (competitor)
Sebagai akibat kejahatan korporasi yang melanggar hak milik inetelektual, kompetisi yang tidak sehat, praktek monopoli, tindakan merugikan perusahaan lain. Dalam menghadapi persaingan, korporasi dihadapkan pada penemuan-penemuan teknologi baru, teknik pemasaran, usaha memperluas atau menguasai pasaran. Keadaan ini bisa menghasilkan tindakan korporasi untuk memata-matai saingannya, meniru, memalsukan, mencari, menyuap, atau mengadakan persekongkolan mengenai harga atau daerah pemasaran.
2.      Negara (state)
Untuk mengamankan kebikan ekonominya, pemerintah antara lain melakukannya dengan memperluas peraturan yang mengatur kegiatan bisnis, baik melalui peraturan baru, maupun melalui penegakkan yang lebih keras. Dalam menghadapi keadaan yang demikian, korporasi dapat melakukannya dengan cara melanggar peraturan yang ada, seperti memberikan dana kampanye yang ilegal kepada para politisi dengan imbalan janji-janji untuk mencabut peraturan yang merugikan korporasi atau proyek-proyek tertentu, mengekspor secara ilegal, dan sebagainya.
3.      Karyawan (employees)
Sebagai akibat kejahatan korporasi berupa lingkungan kerja yang tidak aman, pengekangan hak untuk membentuk organisasi buruh, tidak dipenuhinya upah minimum, PHK yang melanggar hukum
4.      Konsumen (consumers)
Adapun tindakan korporasi terhadap konsumen yang dapat menjurus pada kejahatan korporasi misalnya advertensi/ iklan yang menyesatkan, pembelian label yang dipalsukan, menjual barang-barang yang sudah kadaluarsa, menciptakan hasil produksi yang beracun dan berbahaya.
5.      Masyarakat (public)
Sebagai akibat pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, penggelapan dan penghindaran pajak. Kerugian-kerugian dalam kaitannya dengan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup ini dapat menimbulkan kerugian berupa penderitaan fisik sampai kematian, mengakibatkan terjadinya pergeseran definisi kejahatan ekonomi atau kejahatan korporasi.


Penerapan Etika Bisnis Terhadap Meningkatnya Kejahatan Korporasi
Salah satu penyebab terpuruknya ekonomi Indonesia karena para konglomerat di Indonesia dalam menjalankan bisnisnya tidak mengabdi pada kepentingan nasional, tetapi justru menjarah harta rakyat bahkan dibawa ke luar negri. Hal ini disebabkan karena sejak awal menjalankan bisnisnya, para konglomerat tidak melandasi kegiatan ekonomi dan bisnisnya dengan etika bisnis yang kuat. Para pengusaha dalam suatu kesempatan terkadang menyarankan agar pemecahan terhadap kejahatan korporasi adalah mengatur dengan cara lebih baik melalui kode etik bisnis. Dalam hal ini, hukum kurang berperan, etik lebih berperan karena korporai memiliki budaya sendiri dalam hubungannya antar korporasi yang disebut dengan “Inner Order of Business Society”, yang dapat diartikan: jika terdapat pelanggaran, maka diselesaikan dulu oleh para masyarakat bisnis, dan andai tidak memungkinkan maka baru ditempuh jalur hukum. Ketaatan seseorang pada kode etik harus mendapatkan penghargaan yang memadai, mengingat sanksi dalam pelanggaran kode etik masih lemah, berbeda dengan sanksi hukum.

Etika Bisnis
Etika atau moral ialah telaah tentang pertimbangan untuk menyetujui atau tidak menyetujui sikap dan/tindakan manusia berdasarkan benar-salah atau baik-buruknya sikap dan/tindakan itu. Istilah “etika” dan “moral” diangap sama karena maknanya sama, ethos (Yunani) dan mores (Latin) maknanya sama yang berarti adat kebiasaan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan agar kegiatan bisnis berjalan dengan baik, adalah:
1.      Etika bisnis hanya bisa berperan dalam suatu komunitas moral, tidak merupakan komitmen individual saja, tetapi tercantum dalam suatu kerangka sosial.
2.      Etika bisnis menjamin bergulirnya kegiatan bisnis dalam jangka panjang, tidak terfokus pada keuntungan jangka pendek saja.
3.      Etika bisnis akan meningkatkan kepuasan pegawai yang merupakan stake holders yang penting untuk diperhatikan.
4.      Etika bisnis membawa pelaku bisnis untuk masuk dalam bisnis internasional.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa apabila telah berkomitmen untuk terjun menjadi pelaku bisnis pada jaman modern ini, maka harus tetap memperhatikan serta menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis agar dapat bertahan dan berkembang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar